By: Rochma Sulistyo Fitri

XII MIA MA Muro'atuddin Magetan

           Dipagi hari yang cerah seorang gadis dengan mata coklat dan rambut hitam panjangnya yang tergerai indah, berjalan menyusuri koridor sekolah. Gadis yang selalu dibully karena tidak memiliki keluarga. Dia adalah Maudi Clarissa, gadis baik hati dan pintar yang tinggal seorang diri.  

        "Heyyy...Maudi berhenti! Kenapa kamu tadi ninggalin aku sih?”

“Kan tadi aku bilang tungguin."Suara seorang anak laki-laki menghentikan langkahnya.

Adalah Benua, cowok yang sangat populer di SMA Nusa Bangsa. Cowok dengan segala kelebihannya, pandai dalam berbagai macam bidang, baik akademik dan non akademik.

        "Kamu lama sih! Jadi aku tinggal deh, hehe."kata Maudi sambil cengengesan.

        "Iya...maaf. Ya udah ayo ke kelas."ucap Benua sambil menarik tangan Maudi.

***

       Jam pelajaran sudah selesai sekarang waktunya pulang, Maudi dan Benua juga akan pulang, Mereka berjalan beriringan menuju parkiran. Mereka selalu pulang bersama dengan menaiki motor kesayangan milik Benua. Saat diperjalanan tiba-tiba saja hujan turun dan Benua segera menepikan motornya di sebuah ruko yang sudah tidak terpakai.

        "Maudi, kamu tidak apa-apa? Bajumu jadi basah gara-gara hujan." Benua khawatir melihat kondisi Maudi.

        "Aku gak papa! Aku malah senang. Kau tau Ibuku pernah berkata, hujan itu membawa kenangan, saat kamu merindukan seseorang, kamu tinggal melihat rintikan hujan dan memejamkan matamu dan kamu akan merasakan kehadiran orang yang kamu sayangi."kata Maudi tersenyum sambil memejamkan matanya, dan sekarang Maudi sudah basah kuyup karena hujan.

        "Jadi kamu menyukai hujan?" tanya Benua sambil menghampiri Maudi yang sedang menikmati guyuran hujan itu.

        "Iya, hujan itu damai, hujan adalah teman terbaik di kala aku sedih, bahkan aku bahagia. Aku mencintai setiap rintikan hujan yang jatuh, setiap tetes hujan aku sangat menyukainya. Tapi satu sisi aku kecewa dengan hujan karena ibuku meninggal saat hujan turun."

Maudi tiba-tiba murung saat mengucapkan kalimat terakhir itu. Benua yang melihat itu menjadi prihatin kepada Maudi, tapi Maudi tidak suka dengan tatapan kasihan itu, dia sangat membeci tatapan kasihan dari orang-orang terdekatnya, Dia mengganggap mereka datang karena kasihan kepadanya. Maudi tidak suka dikasihani, dia selalu ingin terlihat kuat, dia benci diangap sebagai orang yang lemah.

         "Hujan bukan hanya pembawa kenangan, hujan juga bukan sekedar kedamaian, hujan adalah penyembuh luka, karena saat kita tersenyum pun mereka tidak akan tau apa yang kita rasakan, karena hujan bisa menutupi perasan kita." lanjut Maudi sambil tersenyum.

Mereka berdua bermain hujan hingga tak mengingat waktu.

         "Udah sore nih, ayo kita pulang!" ajak Benua.

Maudi hanya mengangguk sebagai jawaban.

***

           Sesampainya didepan rumah, Maudi turun dan mengucapkan terima kasih kepada Benua.

           "Makasih ya Benua. Kamu nggak mampir dulu?" tanya Maudi

          "Iya sama-sama. Gak usah aku mau langsung mandi pulang. Oh...iya besok jadikan kita mencari ayahmu?" tanya Benua pada Maudi.

         "Jadi...tapi kamu beneran gak sibuk kan?" tanya Maudi ragu.

        "Gaklah...Apasih yang enggak buat sahabat aku" ujar Benua.

         "Makasih ya Benua, kalau gitu aku masuk dulu kamu hati-hati dijalan" ucap Maudi.

         "Iya..." Benua menyalakan mesin motornya dan berlalu pergi,

Maudi menatap kepergiannya sampai motor Benua menghilang dari pandangannya.

 ***

         Keesokan harinya Maudi bangun dan bersiap-siap untuk melaksanakan salat dan membersihkan rumah, Berhubung hari ini adalah hari minggu jadi Maudi tidak terlalu tergesa-gesa. Setelah selesai membersihkan rumah Maudi segera mandi dan siap-siap untuk pergi mencari ayahnya.

          "Ayo...berangkat sekarang aja ya Benua, soalnya aku gak sabar pengen ketemu sama ayahku." ucap Maudi antusias.

          "Iya..iya..,kamu semangat banget." canda Benua sambil tersenyum.

          “Iya dong, kan sebentar lagi aku bakal ketemu sama ayahku." kata Maudi sambil menaiki motor Benua.

Benua menyalakan motornya dan mengendarainya menuju alamat yang diberikan oleh nenek Maudi, berbekal alamat dan liontin pemberian ibunya.

***

           Sesampainya di alamat yang diberikan nenek Maudi. Mereka sama-sama terkejut karena melihat rumah yang begitu besar dan mewah itu. Mereka bertanya-tanya apa benar ini alamat yang diberikan oleh nenek Maudi. Mereka pun bertanya kepada satpam rumah itu.

          "Permisi, Pak! Apa benar ini rumah dari Danial Arsalan?" tanya Benua kepada satpam itu.

          "Iya benar, kalian siapa dan ada perlu apa?" Pak satpam balik bertanya kepada mereka.

           "Kami ingin bertemu dengan beliau, kami ada urusan yang penting. Apa beliau ada dirumah?" ucap Maudi.

            "Bapak sedang tidak ada. Mungkin sebentar lagi pulang, kalian tunggu saja." ucap satpam itu.

           "Iya pak terimakasih." kata Benua.

           Setelah menunggu sekitar satu jam, akhirnya pak Danial pulang, Dia berhenti didepan gerbang karena melihat Maudi dan Benua. Satpam menjelaskan bahwa mereka mencari Pak Danial karena ada urusan penting. Akhirnya pak Danial keluar dari mobil dan menghampiri Maudi dan Benua.

        "Kalian siapa? Ada perlu apa mencari saya?" tanya Danial

        "Ayah!" ucap Maudi sambil berkaca-kaca dan menghampiri ayahnya.

       "Maaf kamu siapa ya? Saya tidak mengenal kalian." ucap Danial bingung.

        "Aku Maudi, Yah. Anak dari Tiffani Sharon. Anda ingat kalung ini? Ibu bilang Anda yang memberikan ini kepada Ibu."ucap Maudi sambil menunjukan liontin Dandelion pemberian ibunya,

Danial terkejut mendengar nama dan melihat kalung pemberiannya dulu. Dan tanpa diduga Danial memeluk Maudi dengan erat, seolah menyalurkan rasa rindu yang mendalam.

         "Anakku, akhirnya aku menemukanmu setelah sekian lama aku mencarimu.”

“Lalu sekarang dimana ibumu?" tanya Danial

         "Ibu...sudah meninggal karena sakit." jawab Maudi murung,

Danial yang terkejut mendengar itu merasa tidak percaya, tapi melihat tatapan Maudi yang sayu dia percaya dan tanpa diduga dia meneteskan air mata.

          "Tidak apa sekarang kamu memiliki Ayah yang selalu ada disampingmu, kamu harus kuat sayang, supaya Ibumu tidak sedih. " kata Danial mencoba tegar.

 Walau hatinya tidak bisa menerima semua yang terjadi kepada mantan istrinya yang sangat dia cintai. Lalu dia menunjuk Benua yang ada disamping Maudi.

          "Kenalin,Yah. Ini  sahabatku namanya Benua." kata Maudi memperkenalkan Benua.

          "Benua Om, sahabatnya Maudi dari kecil." jawab Benua

          "Terimakasih ya karena sudah menjaga Maudi." ucap Danial sambil tersenyum.

          "Kalau gitu saya pamit dulu ya Om, Maudi, soalnya tadi Mama nyuruh pulang cepet." kata Benua sambil berpamitan.

          "Makasih Benua." ucap Maudi dan Benua hanya mengangguk dan tersenyum.

***

        Sudah seminggu Maudi tinggal bersama Ayah dan keluarganya. Ayahnya sudah memiliki istri dan dua orang anak yang sangat baik. Dan sudah seminggu juga Benua menghilang, Maudi sudah mencoba mengirimi pesan, menelepon dan menghampiri rumahnya tapi tidak ada hasil sama sekali. Seolah-olah Benua hilang ditelan alam. Maudi kesepian karena tidak ada Benua.

       "Hallo Benua, kamu kemana saja? Kenapa chat dan teleponku tidak kamu angkat? Padahal aku ingin memberitahumu kabar gembira."tanya Maudi antusias ketika sebuah nomer menelepon gawainya.

       "Maaf Maudi ini Tante. Tante cuma mau bilang kalau Benua... "suara Ibu Benua terisak.

       "Tante, Benua kenapa?"tanya Maudi panik,

Perasaannya tidak enak kala mendengar suara Ibu Benua yang bergetar.

"Benua kritis Nak. Dia terkena kanker hati stadium 4," suara Ibu Benua semakin terdengar melemah karena isak tangisnya.

 Maudi shock mendengar berita yang mengejutkan itu. Dia langsung berlari keluar sekolah menuju rumah sakit tempat Benua dirawat.

***

         Sesampainya disana Maudi bertanya kepada suster dimana ruangan Benua dirawat. Dia langsung berlari kesana setelah suster memberi tahunya. Sampai di depan ruangan Benua, Maudi melihat Ibunya Benua yang sedang menangis. Maudi menghampiri Tante Lisa.

        "Tante, gimana keadaan Benua?" tanya Maudi khawatir

        "Benua sedang kritis didalam, dan sekarang sedang ditangani oleh Dokter." jawab Tante Lisa sambil menangis.

Sulit dipercaya Benua yang selama ini terlihat baik-baik saja dan selalu ceria ternyata memiliki penyakit yang mematikan.

 ***

       Sudah seminggu Maudi menemani Benua setelah kritis, mereka semakin dekat, dimana ada Benua pasti ada Maudi. Maudi sudah kembali masuk sekolah seperti biasa, karena sebelumnya dia absen karena menemani Benua. Sebenarnya baik Benua maupun Tante Lisa menyuruh Maudi supaya pergi sekolah, tetapi Maudi selalu menolak.

         Gak sabar deh..pengen ketemu sama Benua, aku mau ngasih tahu kalau aku menang olimpiade Matematika, kata Maudi dalam hati dengan antusias, sampai tiba-tiba ponselnya berdering. Tertera nama Tante Lisa disana. Perasaannya jadi tidak enak.

         "Halo Tante, ada apa?" tanya Maudi

         "Ini Maudi, Benua kembali kritis dan sekarang makin parah, kata Dokter kalau ingin Benua sembuh kita harus mencari donor hati untuk Benua." Jawab Tante Lisa sambil menangis.

Maudi syok dia menangis ditengah hujan yang mengguyurnya, seolah hujan pun tahu bahwa Maudi sedang bersedih. Maudi segera berlari menuju rumah sakit.

***

         Sudah 3 hari Benua kritis, sekarang dia sudah siuman. Dia melihat piala dan sertifikat dengan nama Maudi disana Dia tersenyum tapi juga heran kenapa Maudi tidak mengunjunginya setelah dia siuman.

         "Mah, Maudi kemana? Kenapa dia tidak kesini?" tanya Benua kepada mamanya.

Tante Lisa hanya menangis sebagai jawaban, dan itu membuat perasaan Benua tidak enak. Tante Lisa hanya memberikan amplop yang Maudi titipkan kepadanya.

          Benua membacanya dan dia menangis, dia tidak percaya dengan semua ini, tidak mungkin Maudi tiada, tidak mungkin sahabatnya tiada. Dia tidak percaya orang yang dia cinta sudah tidak ada, padahal dia ingin memberi kejutan pada Maudi saat dia sembuh nanti.

 Tapi semuanya terlambat, Maudi sudah tidak ada, Maudi rela mengorbankan dirinya demi Benua. Saat perjalanan menuju rumah sakit ternyata Maudi kecelakaan yang mengakibatkan dia kritis, dan saat-saat terakhirnya dia meminta kepada Dokter supaya mendonorkan hatinya untuk orang yang dia cintai yaitu Benua.

 

*Tulisan sudah dibukukan dalam antologi Nubar Omera Pustaka