Rizki Nur Rohmah

Kelas XII MIA MA Muro'atuddin Magetan

Dulu aku mempunyai cita-cita yang mulia yakni menjadi seorang Guru. Saat aku duduk di bangku TK aku memiliki seorang guru yang  selalu mengajarkanku membaca, menulis tanpa kenal lelah. Bahkan saat aku diam di kelas sendiri guruku yang mengajakku bermain, memberiku teman, bahkan bisa jadi guruku menjadi temanku, padahal aku tahu beliau sangat sibuk tapi beliau tak mempermasalahkan  itu. Beliau tetap bermain denganku.

Guru adalah seorang yang spesial bagiku. Menjadi tauladan bagiku. Berseragam rapi, bertutur kata lembut, penuh kasih sayang terhadap semua orang.

Dulu masa Taman Kanak-kanak aku pikir akan menjadi masa yang dimana semua anak-anak bermain dengan gembira, bersuka riang tetapi itu hanya anganku. Pertengahan menjelang akhir aku masuk Sekolah Dasar. Aku memiliki teman akan tetapi temanku tidak memperdulikanku. Pada saat itu aku yang tidak tahu apa pun. Cuma bisa menangis dan menangis, dan guru itulah yang pertama kali membuatku tenang.

Kelulusan di Taman Kanak-kanak pun sudah diadakan aku sudah resmi menjadi alumni TK tersebut. Saat aku dan Ibuku mau pulang aku bertemu beliau, beliau sedang menunggu angkutan untuk pulang dan kebetulan rumahku dan rumah beliau satu arah, kita satu angkutan.

Disitulah aku berpikir untuk tidak melupakan jasa guru TKku.

 ***

Masa-masa MTs lah aku mencari jati diriku. Aku tidak mengenal apa yang namanya jati diri. Teman? Yahhhh!!! Aku punya teman akan tetapi aku sedikit tidak mempercayainya, Mengapa? Karena pengalaman aku masuk Sekolah Dasar yang mempengaruhiku. Disana teman yang dianggap ialah teman yang punya segalanya. Sedangkan aku?? Aku hanya gadis sederhana yang bisa sekolah sudah syukur.

Sejak itulah kadang aku tidak percaya diri dengan penampilanku sendiri. Tidak terlalu mempercayai teman, tapi semuanya hanya pikiranku saja. Ternyata mereka welcome terhadapku.

***

 Hari-hari berganti bulan, bulan berganti tahun, dan tahun 2019 diriku memasuki jenjang MA atau Madrasah Aliyah.

Dan semua masih sama aku tetap tidak percaya diri dengan penampilanku. Tapi aku ingat sebuah kalimat yang bijak. “I want to hear your voice, and I want to hear your conviction. No matter who you are, where you’re from, your skin colour, gender identity: love yourself.Find your name, find your voice by love yourself”. Kalimat itu yang selalu aku ingat saat aku sedang down.

Disana aku bertemu guru baru dan teman baru bahkan sekolah baru. Entah mengapa aku sangat canggung waktu pertama kali bertemu semua guruku. Aku tahu sebenarnya sama saja tetapi ada satu guru yang entah mengapa setiap melihatnya terasa berbeda. Aku tahu guru semua berbeda tetapi ini sungguh beda.

Selama masa orientasi semua guru memperkenalkan diri. Aku  sedikit tertarik dengan salah satu guru, beliau mengajar Fisika dan Kimia. Dikatakan galak tidak juga, dibilang jutek sebenarnya juga tidak, dibilang jahat juga tidak. Lebih tepatnya aku menilai beliau tegas dalam mendidik kami.

Setelah lama kenal beliau aku menjadikan beliau guru favoritku. Entah apa yang membuatku senang terhadap guru tersebut. Beliau berbeda dalam memberi materi, menjelaskan tanpa lelah. Beliau juga memberi semangat, mensupport apa yang muridnya tulis.

Yudha Isninawati nama guru tersebut. Nama sederhana yang menjadi tauladan bagi muridnya. Beliau sering dipanggil Bu Nina.

Beliau termasuk guru yang selalu berusaha memahami apa yang dilakukan murid-muridnya. Tidak mempermasalahkan apa karya yang ditulis muridnya bagus atau tidak. Beliau tetap bersabar dalam membimbing kami. Akan tetapi aku sadar terkadang aku tidak mendengarkan apa yang diajarkan olehnya, ya aku sadar akan hal itu.

Aku si pencinta KPop, tetapi Bu Nian tidak mempermasalahkan akan hal itu, beliau tetap mensupportku. Kadang Bu Nina memanggil namaku JiMin. Aku tahu hal itu  membuatku merasa nyaman atau apalah, tapi aku tak mempermasalahkannya.

Mungkin orang yang tidak mengetahui apa itu KPop beranggapan KPop hanya memberi dampak negatif bagi orang asing, padahal itu salah. Mengenal KPop aku bisa mengetahui apa itu mencintai diri sendiri, apa itu bersabar, apa itu tanggung jawab, apa itu disiplin dan masih banyak lagi.

Akan tetapi beliau tidak mempermasalahkan apa yang aku suka. Beliau tetap mendukungku. Aku pernah berpikir “ Ya Allah kenapa ada guru seperti itu?”.

Metode belajar yang Bu Nina terapkan begitu menyenangkan. Ada game dan kuis yang membuat kami terpacu untuk semangat belajar. Terkadang beliau memberi hadiah siapapun yang bisa menjawab pertanyaan yang diajukannya.

Dalam acara Nulis Bareng ini, beliau ikut adil dalam meyakinkanku. Aku sempat berpikir jika karyaku nanti tidak sesuai ekspektasiku tetapi beliau selalu meyakinkanku. Lebih baik kata dari kita tidak bagus tetapi hasil pemikiran sendiri daripada bagus-bagus tapi plagiat”, begitu kata-kata beliau kepada kami untuk memberi semangat menulis ini. Kalimat itu terus muncul dipikiranku. Aku meyakinkan diriku kembali untuk mengikutinya.

Dan disitu aku tahu jika kita ingin menghasilkan karya maka kita harus memulainya dari nol. Perjuangan dan sikap jujur itu penting, kalau dibilang sulit yahhh...memang itu sulit! Akan tetapi jika kita mengerjakannya dengan sungguh-sungguh, itu tidak akan mengkhianati hasil itu.

Begitulah aku mengenal Bu Nina, walaupun banyak yang mengatakan  beliau galak, namun kegalakannya untuk kebaikan kami siswa didiknya. Terus memberikan motivasi agar kami selalu percaya diri dalam berkarya dan memanfaatkan masa-masa kami selama belajar di rumah dengan produktif.

***

Ingatlah baik-baik guru itu ibarat lilin. Dia rela terbakar, demi menerangi masa depan anak muridnya. Dan guru mempunyai banyak cara agar siswanya kelak menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa.

Walaupun sudah lelah, mereka tidak pernah memperlihatkannya kepada siswa-siswanya. Karena ia tidak ingin siswanya menjadi orang yang selalu menyerah. Peran guru sangatlah penting bagi pendidikan. Guru tidak pernah meminta imbalan sedikit pun dari siswanya, meski dia sudah mengajar berpuluh-puluh tahun.

Hari esok mungkin bisa gelap, menyakitkan. Kita mungkin akan tersandung dan terjatuh. Tapi bintang sesungguhnya bersinar paling terang digelapnya malam. Apabila bintang tak terlihat, biarkan terang bulan yang memimpin kita.

Bahkan ketika bulan tak bersinar, biarkan wajah kita menjadi cahaya itu sendiri dan membantu kita menemukan jalannya. Mungkin akan selalu gelap dan merasa sendirian. Tetapi malam akan selalu menjadi sangat gelap sebelum fajar datang.

 

*Tulisan sudah dibukukan dalam antologi Nubar Omera Pustaka